Minggu, 13 Maret 2016

Kontroversi Pesantren Waria di Bantul Yogyakarta


Pesantren Waria Al-Faatah di Kampung Celenan, Dusun Sayangan, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akhirnya memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya sementara waktu. Keputusan tersebut diambil usai mediasi pada Rabu 24 Februari 2016 malam.
Penghentian aktivitas pesantren yang sempat mewacanakan membuat fikih waria itu disampaikan oleh Ketua Pesantren Waria Al-Faatah, Shinta Ratri.
Dalam pertemuan mediasi itu menghadirkan ormas Front Jihad Islam (FJI) Yogyakarta yang sebelumnya sempat dituding menyebar pesan berantai ancaman dan surat keberatan atas rencana membuat fikih waria. Selain itu, dihadirkan pula tokoh musyawarah pimpinan kecamatan, tokoh agama, dan dukuh setempat.
Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari aksi FJI sebelumnya yang mendatangi ponpes pada Jumat, 19 Februari. Saat itu, FJI menyerahkan surat kepada otoritas setempat terkait keberatan mereka atas aktivitas santri waria yang sedang belajar agama Islam.
Pasca penutupan ponpes ini, para waria yang menjadi santri di ponpes belum menentukan nasib mereka. Terlepas dari pro dan kontra, salah seorang santri bernama Ys Al Bukhori mengatakan bahwa ponpes Al-Fatah pernah mendapat dana dari Dinas Sosial setempat pada 2014.
“Pada saat itu, kami mengadakan program keterampilan memasak, pijat, pesan, dan potong rambut untuk santri pesantren selama satu bulan,” kata Al Bukhori.
Setelah pelatihan tersebut, para santri mendapat alat-alat yang menunjang ketrampilan mereka. Dana tersebut dialirkan oleh Dinas Sosial pada komunitas waria setiap tahunnya. Namun pada 2015, dana itu dikelola oleh institusi yang berbeda, bukan lagi ponpes waria.
Pada awalnya pesantren tersebut di didirikan oleh Maryani dengan nama pondok Pesantren Al Fatah 'Senin-Kamis' yang terletak di Kampung Notoyudan, Kelurahan Pringgokusuman, Kecamatan Gedongtengen, Yogyakarta. Namun, meninggalnya sang pendirinya, membuat pesantren ini sempat vakum. Sampai akhirnya pesantren ini kembali aktif namun berpindah tempat di Celenan, Kotagede Yogyakarta, dan diketuai oleh Shinta, murid dari pesantren tersebut.
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta masyarakat Yogyakarta untuk tak terpancing dengan kontroversi LGBT. Menurut Sultan, semua pihak mestinya bisa saling menjaga dan menghormati.
Sultan mengatakan, baik yang pro maupun anti LGBT ,mestinya bisa saling menjaga perasaan. Selain itu, diperlukan upaya membangun komunikasi di antara keduanya agar tak terjadi pertentangan yang memicu perpecahan.
Sultan menuturkan meskipun dianggap menyimpang, kalangan LGBT sebaiknya menjaga diri untuk tidak mencolok dan tidak arogan. Sebaliknya, mereka yang menentang juga mesti bisa menghargai kaum LGBT dan pendukungnya.

 Sumber : http://elshinta.com/news/49314/2016/02/25/kontroversi-pesantren-waria-di-bantul-yogyakarta

SMP NEGERI 2 DLINGO

Penulis & Penyunting

Sekolah negeri yang berkomitmen mewujudkan siswa berprestasi, disiplin, berkarakter, berbudi pekerti luhur berwawasan nasional berlandaskan imtak, iptek dan wawasan lingkungan