Senin, 18 April 2016

MENGEJA KEMBALI ESENSI MAKNA HARI KARTINI

  RA Kartini atau Dewi Sartika
Oleh : Fury Fariansyah
(Kabid. Kajian KeIslaman PC IMM Magelang)
Sebagai perwujudan komitmen dan pengejawantahan kembali semangat nasionalisme sebagai masyarakat yang cinta tanah air, berbagai warna bentuk masyarakat tuangkan. Salah satunya adalah momentum pada tanggal 21 April. Kini menjadi pertanyaan dalam benak pikiran kita adalah ada apa dengan 21 april? Sebagai masyarakat yang bernasionalisme, tentu kita tahu dan paham bahwa 21 april adalah momentum bersejarah yang selalu kita peringati dan kita kenal dengan “Hari Kartini”. Dari tradisi jawa hingga ala ibu kota, bangsa indonesia berbondong-bondong setiap tahun memperingati yang namanya Hari Kartini. Dari ceremony hingga filosofi masyarakat memaknai hari kartini. Ragam warna masyarakat menuangkan ekspresinya dalam memaknai hari kartini itu sendiri. Ada yang bersanggul dengan pakaian jawa, ada pula yang bergaya modern, serta dalam bentuk apapun demi memperingati hari kartini. Satu hari lagi, bertepatan pada hari jum’at bangsa Indonesia akan memperingati hari tersebut sebagai hari kartini. Terkadang momentum seperti itu hanya menjadi simbolik saja. Ini yang menjadi kegelisahan bangsa dalam agenda besar menuju suatu perubahan. Peringatan bersejarah yang seharusnya menjadi cermin refleksi kini hanya tinggal sesuatu yang tiada harganya kecuali sebagai simbolik belaka.
Membuka History Kartini
Ketika kita berbicara tentang sosok kartini, tentu dalam angan kita tak lepas dari bayangan pahlawan wanita. Kartini adalah sosok wanita yang lahir dari keluarga bangsawan. Ia lahir di desa Mayong, Kabupaten Jepara yang kini lebih dikenaldengan kota ukir. Sebagai anak seorang bupati, Kartini hidup dalam keluarga yang berkecukupan. Saat kecil, Kartini dimasukkan ke sekolah elit orang-orang Eropa yaitu Europese Lagere School (ELS) dari tahun 1885-1892. Di sekolah itulah, Kartini banyak bergaul dengan anak-anak Eropa, sehingga Kartini mempunyai modal untuk bisa membaca dan menulis.
Karena membaca surat kabar dan majalah, kartini bisa mengetahui berbagai macam kemajuan-kemajuan yang dimiliki oleh kaum wanita di Negeri Belanda, hal itulah yang menimbulkan dan membangkitkan pemikiran-pemikiran cerdas Kartini menyangkut ketuhanan, kebijaksanaan dan keindahan ditambah dengan Humanisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air). Pada zaman Belanda sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dimana ketika itu seorang wanita kalau sudah menginjak dewasa maka harus berada di dunia yang di batasi oleh tembok rumah. Dalam sejarah, mungkin kita pernah mendengar bahwa dahulu kalau perempuan sudah dewasa yang terjadi adalah nikah, di rumah, ngurus suami, anak dan lain sebagainya tanpa di perbolehkan untuk menuntut ilmu, meniti karir dan lainnya.
Dengan Fenomena tersebut, Kartini merasa bahwa kaum wanita telah terdiskriminasi atas hak-hak yang seharusnya kaum wanita dapatkan. Ia memberanikan diri untuk mendobrak kejumudan berfikir saat itu. Masyarakat masih berkubang dengan mitos dan adat jawa bahwa wanita itu harus dipingit dalam gelapnya tembok rumah. Secara singkat cerita, Kartini memiliki peran penting dalam sejarah perempuan yaitu membongkar tradisi pendiskriminasian pingit kaum perempuan saat itu. Semboyan “Habis Gelap Terbitlah Terang”, menjadi simbol dan bergema bagi kalangan perempuan. Semboyan tersebut sebagai wujud lahirnya sebuah gerakan pembebasan hak wanita dari “pengisolasian gender” dalam tataran tradisi dan budaya di tengah-tengah kehidupan sosial. Dan kini Kartini mampu meninggalkan sejarah emas bagi kaum wanita Indonesia sehingga ia ditetapkan sebagai pahlawan wanita dan setiap tahunnya pada tanggal 21 April selalu diperingati dengan “Hari Kartini” sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 108 tahun 1964.
Esensi Di Balik Hari Kartini
Hari Kartini diperingati setiap tahun secara ceremony. Kita mengenal Kartini dengan bijak bahwa ia adalah wanita pejuang Emansipasi. Memaknai hari kartini, sejatinya tidak hanya sesuatu yang bersifat ceremony. “Mengenang tanpa memaknai, meniru tanpa meneladani”, itu  adalah ucapan yang tepat ketika kita berbicara peringatan hari kartini dalam konteks saat ini. Emansipasi adalah suatu bukti adanya suatu tajdid (perubahan) berfikir atas pandangan sebelah mata terhadap kaum wanita. Sikap “Pemarginalan” kaum wanita di negeri ibu pertiwi ini perlu dibumi hanguskan sehingga wanita memiliki posisi dan hak yang sama seperti kaum pria. Belajar dari perjuangan Kartini telah mampu mengantarkan bangsa Indonesia khususnya kaum perempuan menuju sebuah  perubahan kearah kemajuan, sehingga kaum perempuan dapat berperan dalam pembangunan sumber daya manusia maupun aktivitas pembangunan lainnya.
Namun demikian, alasan emansipasi perempuan tetap tidak boleh meninggalkan kodratnya sebagai perempuan. Perempuan harus mengerti peran dan tugasnya baik sebagai perempuan maupun sebagai istri. Kadang-kadang dengan emansipasi ini membuat perempuan lupa akan perannya sebagai seorang ibu. Kadang perempuan menganggap dirinya sudah mampu mandiri bahkan tidak jarang ia mengambil alih peran pria. Emansipasi bukan berarti membuat perempuan harus selalu sama persis seperti laki-laki. Apalagi perempuan ketika sukses dalam karir kebanyakan mereka menginjak-injak kaum laki-laki. Ini sekarang yang menjadi fenomena sosial dan menjadi kegelisahan bersama. Terkadang juga berdalih emansipasi, seorang wanita lupa memposisikan sebagai seorang Ibu. Ibu mempunyai peran  penting dalam suatu keluarga apalagi bagi anak-anaknya. Ia rela mengeluar rupiah untuk mendatangkan baby sister dan susu instan untuk anak-anaknya dan itu lebih bangga. Padahal  kalau mereka sadari itu melanggar yang namanya emansipasi. Emansipasi itu perlu tetapi kita harus tau posisi. Kalau kita hubungkan dengan permasalahan bangsa kita yang sangat komplek ini, ibu seharusnya dapat mengambil peran.
Ibu adalah “Madrosatul’awal” (sekolah pertama) sehingga mempunyai peran dasar dalam mendidik anak. Dengan berbagai warna corak masalah bangsa ini, khususnya adalah masalah karakter, wanita harus mampu memberikan perubahan dalam kompleksitas masalah realistis ini. Kalau dulu Kartini berjuang karena wanita dipingit dan termarginal, sudah saatnya sekarang para wanita harus mampu membaca fenomena sosial saat ini yaitu krisis moralitas bangsa. Maka Kartini-kartini modern saat ini harus mampu mendidik anaknya sejak dini sehingga mampu membentuk karakter anak yang bermoral dan religus. Karena terkadang ketika berbicara pendidikan, orang tua lebih percaya bahwa pendidikan formal yang akan mendidiknya. Kalau kita sadari, sejatinya pendidikan keluargalah yang menjadikan bentuk diri seseorang. Maka dari itu, Kartini patut menjadi teladan bagi kita semua meskipun konteks perjuangan zaman kartini dengan sekarang berbeda tetapi esensinya adalah kita mengambil semangat perjalanan perjuangan Kartini.
Posisi Emansipasi Dalam Teropong Modern Islam
Dalam dunia wacana diskusi, diskursus Gender memang tidak ada habisnya. Kaum Islam kiri dan kaum Islam kanan selalu berbanding terbalik bagaikan minyak dan air. Itu semua dikarenakan dari sudut pandang yang berbeda mereka meneropongnya. Dalam pandangan kaum fundamentalis, wanita tak mungkin sama dengan kaum adam, apalagi diatasnya. Tetapi dalam pandangan Islam modernis, wanita sejatinya memiliki peran yang sama dalam kehidupan ini. Artinya adalah bukan berarti wanita memiliki kebebasan penuh sehingga menyepelekan laki-laki, tetapi wanita memiliki hak-hak yang sama seperti kaum pria tanpa melupakan kodrat wanita itu sendiri. Kalau boleh saya mengambil satu ayat dalam kitab suci umat islam yaitu:

 
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.(QS. An Nisa’ : 34)
Apakah wanita derajatnya di bawah kaum pria? tidak, sesungguhnya wanita malah lebih tinggi derajatnya di mata sang pencipta. jasa dan pengorbananya sungguh tak ternilai. Jadi emansipasi wanita atau dalam bahasa diskusi sering kita sebut kesetaraan gander itu perlu, akan tetapi jangan menyalahi kodrat seorang wanita. Jadilah wanita yang sebenarnya wanita, jangan kau nodai esensi seorang wanita.

SMP NEGERI 2 DLINGO

Penulis & Penyunting

Sekolah negeri yang berkomitmen mewujudkan siswa berprestasi, disiplin, berkarakter, berbudi pekerti luhur berwawasan nasional berlandaskan imtak, iptek dan wawasan lingkungan